I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Menggunakan alat spektrofotometri serapan atom,
2. Menganalisis cuplikan secara spektrofotometri serapan atom.
II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN
Alat yang digunakan :
a. Peralatan GBC AAS 932 plus
b. Lampu katoda rongga Cu
c. Labu takar 100ml, 50ml
d. Gelas piala
e. Kaca arloji
f. Corong gelas
g. Batang pengaduk
h. Pipet ukur 1ml
i. Pipet tetes
j. Botol semprot
Bahan yang digunakan :
a. Larutan standar Cu
b. Aquadest
c. Sampel
III. DASAR TEORI
Spektrofotometri Serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan (absorpsi) radiasi oleh atom-atom bebas unsur tersebut. Sekitar 67 unsur telah dapat ditentukan dengan cara AAS. Banyak penentuan unsur-unsur logam yang sebelumnya dilakukan dengan metoda polarografi, kemudian dengan metoda spektrofotometri UV-VIS, sekarang banyak diganti dengan metoda AAS.
Keuntungan metoda AAS adalah:
•Spesifik
•Batas (limit) deteksi rendah
•Dari satu larutan yang sama, beberapa unsur berlainan dapat diukur
•Pengukuran dapat langsung dilakukan terhadap larutan contoh (preparasi contoh sebelum pengukuran lebih sederhana, kecuali bila ada zat pengganggu)
•Dapat diaplikasikan kepada banyak jenis unsur dalam banyak jenis contoh.
•Batas kadar-kadar yang dapat ditentukan adalah amat luas (mg/L hingga persen)
a. Prinsip Pengukuran dengan Spektrofotometer Serapan Atom
Spektrofotometri serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas. Adanya absorpsi atau emisi radiasi disebabkan adanya transisi elektronik yaitu perpindahan elektron dalam atom, dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi yang lain. Absorpsi radiasi terjadi apabila ada elektron yang mengabsorpsi energi radiasi sehingga berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Emisi terjadi apabila ada elektron yang berpindah ke tingkat energi yang lebih rendah sehingga terjadi pelepasan energi dalam bentuk radiasi. Panjang gelombang dari radiasi yang menyebabkan eksitasi ke tingkat eksitasi tingkat-1 disebut panjang gelombang radiasi resonansi. Radiasi ini berasal dari unsur logam/metaloid.
Radiasi resonansi dari unsur X hanya dapat diabsorpsi oleh atom X, sebaliknya atom X tidak dapat mengabsorpsi radiasi resonansi unsur Y. Tak ada satupun unsur dalam susunan berkala yang radiasi resonansinya menyamai unsur lain. Hal inilah yang menyebabkan metode AAS sangat spesifik dan hampir bebas gangguan karena frekuensi radiasi yang diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur. Gangguan hanya akan terjadi apabila panjang radiasi resonansi dari dua unsur yang sangat berdekatan satu sama lain.
Atomisasi
Ada tiga cara atomisasi (pembentukan atom) dalam AAS :
1.Atomisasi dengan nyala
Suatu senyawa logam yang dipanaskan akan membentuk atom logam pada suhu ± 1700 ºC atau lebih. Sampel yang berbentuk cairan akan dilakukan atomisasi dengan cara memasukan cairan tersebut ke dalam nyala campuran gas bakar. Tingginya suhu nyala yang diperlukan untuk atomisasi setiap unsur berbeda. Beberapa unsur dapat ditentukan dengan nyala dari campuran gas yang berbeda tetapi penggunaan bahan bakar dan oksidan yang berbeda akan memberikan sensitivitas yang berbeda pula.
Syarat-syarat gas yang dapat digunakan dalam atomisasi dengan nyala:
•Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang akan dianalisa
•Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
•Tidak berbahaya misalnya tidak mudah menimbulkan ledakan.
•Gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan
•Gas cukup murni dan bersih (UHP)
Campuran gas yang paling umum digunakan adalah Udara : C2H2 (suhu nyala 1900 – 2000 ºC), N2O : C2H2 (suhu nyala 2700 – 3000 ºC), Udara : propana (suhu nyala 1700 – 1900 ºC) Banyaknya atom dalam nyala tergantung pada suhu nyala. Suhu nyala tergantung perbandingan gas bahan bakar dan oksidan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada atomisasi dengan nyala :
1. Standar dan sampel harus dipersiapkan dalam bentuk larutan dan cukup stabil. Dianjurkan dalam larutan dengan keasaman yang rendah untuk mencegah korosi.
2. Atomisasi dilakukan dengan nyala dari campuran gas yang sesuai dengan unsur yang dianalisa.
3. Persyaratan bila menggunakan pelarut organik :
•Tidak mudah meledak bila kena panas
•Mempunyai berat jenis > 0,7 g/mL
•Mempunyai titik didih > 100 ºC
•Mempunyai titik nyala yang tinggi
•Tidak menggunakan pelarut hidrokarbon
Pembuatan atom bebas dengan menggunakan nyala (Flame AAS)
Contoh: Suatu larutan MX, setelah dinebulisasi ke dalam spray chamber sehingga terbentuk aerosol kemudian dibawa ke dalam nyala oleh campuran gas oksidan dan bahan bakar akan mengalami proses atomisasi.
2.Atomisasi tanpa nyala
Atomisasi tanpa nyala dilakukan dengan mengalirkan energi listrik pada batang karbon (CRA – Carbon Rod Atomizer) atau tabung karbon (GTA – Graphite Tube Atomizer) yang mempunyai 2 elektroda. Sampel dimasukan ke dalam CRA atau GTA. Arus listrik dialirkan sehingga batang atau tabung menjadi panas (suhu naik menjadi tinggi) dan unsur yang dianalisa akan teratomisasi. Suhu dapat diatur hingga 3000 ºC. pemanasan larutan sampel melalui tiga tahapan yaitu :
•Tahap pengeringan (drying) untuk menguapkan pelarut
•Pengabuan (ashing), suhu furnace dinaikkan bertahap sampai terjadi dekomposisi dan penguapan senyawa organik yang ada dalam sampel sehingga diperoleh garam atau oksida logam
•Pengatoman (atomization)
3.Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida
Atomisasi dengan pembentukan senyawa hidrida dilakukan untuk unsur As, Se, Sb yang mudah terurai apabila dipanaskan pada suhu lebih dari 800 ºC sehingga atomisasi dilakukan dengan membentuk senyawa hibrida berbentuk gas atau yang lebih terurai menjadi atom-atomnya melalui reaksi reduksi oleh SnCl2 atau NaBH4, contohnya merkuri (Hg).
a. Sumber radiasi resonansi
Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT). Elektroda lampu katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki. Tanung lampu dan jendela (window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar atau He.
Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus listrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion gas yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui atom yang berada dalam nyala.
b.Atomizer
Atomizer terdiri atas Nebulizer (sistem pengabut), spray chamber dan burner (sistem pembakar)
•Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.
•Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut dengan ukuran partikel 15 – 20 µm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.
•Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan, bahan bakar dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki burner.
•Burner merupakan sistem tepat terjadi atomisasi yaitu pengubahan kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.
c.Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom di dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.
Monokromator berfungsi untuk memisahkan radiasi resonansi yang telah mengalami absorpsi tersebut dari radiasi-radiasi lainnya. Radiasi lainnya berasal dari lampu katoda berongga, gas pengisi lampu katoda berongga atau logam pengotor dalam lampu katoda berongga. Monokromator terdiri atas sistem optik yaitu celah, cermin dan kisi.
d.Detektor
Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik.
e.Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
Spektrometer Serapan Atom
Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis).
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut:
- Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh monokromator jauh lebih lebar daripada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
- Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpi oleh atom, maka sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk menghasilkan energi yang besar di dalam daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam prakteknya hal ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.
Jenis-jenis nyala
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
- Udara– Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800oC) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
- Udara– Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300oC yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
- Nitrous oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000oC), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.
Faktor-faktor Instrumental
Apapun jenis nyala yang digunakan harus dapat mengatomisasi analit semaksimalmungkin tanpa menyebabkan ionisasi sehingga menghasilkan atom-atom analit bebas dalam jumlah yang besar pada keadaan dasar. Atom-atom ini kemudian menyerap radiasi dari sumber cahaya pada panjang gelombang tertentu. Meskipun sebagian besar atom-atom dalam nyala berada dalam keadaan dasar, sebagian lagi mengalami eksitasi yang kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atomik yang spesifik. Hal ini berarti bahwa nyala berperan ganda baik sebagai penyerap maupun pemancar, dan seorang analis harus mampu membedakan antara kedua proses ini sehingga tingkat absorpsi dapat diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan sumber cahaya, misalnya melalui perlakuan yang dapat mengakibatkan cahaya yang mencapai nyala dibelokkan. Dengan pengaturan sumber cahaya ini, sinyal absorpsi dibelokkan sementara sinyal emisi diteruskan. Dengan mengatur detektor ke posisi pembelokan sinyal, maka pengaruh nyala emisi dapat diabaikan.
Sinyal lampu dapat diatur dengan 2 cara, yaitu:
- tombol pengatur diletakkan dalam berkas cahaya sebelum cahaya mencapai nyala(flame) sehingga dapat ditutup dan diteruskan secara bergantian.
- sumber tenaga dari lampu katodeberongga dibelokkan sehingga berkas yang dihasilkan juga dibelokkan.
Pada kedua cara tersebut di atas, detektor diatur dengan menghubungkan alat pengatur ke detektor.
Intrumentasi berkas ganda
Sebagaimana dalam spektrometri molekuler, intrumentasi-intrumentasi berkas ganda dapat didesain menggunakan 50% cermin pentransmisi atau cermin yang dapat berputar untuk membagi berkas dari sumber cahaya. Akan tetapi, penggunaan berkas ganda hanya memberikan sedikit keuntungan terhadap spektrometri serapan atom karena berkas referesi tidak dapat lolos melalui sebagian besar daerah ”noise-prone” dari instrumen, yaitu nyala. Sistem berkas ganda dapat mengurangi pergeseran sumber cahaya, pemanasan, dan sumber noise yang dapat meningkatkan ketelitian pengukuran. Akan tetapi, sumber utama noise adalah nyala sehingga keuntungan ini menjadi sedikit dan mungkin menyebabkan penurunan intensitas cahaya yang signifikan. Hal ini menyebabkan rasio sinyal terhadap noise (signal-to-noise ratio) menjadi lebih kecil.
Koreksi ”background”
Penggunaan berkas kedua dari radiasi kontinyu diperkirakan akan lebih menguntungkan untuk mengkoreksi absorpsi non-atomik.Ketika menggunakan sumber cahaya yaitu lampu katodeberongga, kita mengamati serapan atom dalam nyala, absorpsi dari spesies molekuler dan h amburan dari partikulat. Hamburan partikulat ini dikenal sebagai absorpsi non-spesifik dan merupakan masalah khusus yang terjadi pada panjang gelombang lebih pendek dan dapat menyebabkan kesalahan positif. Jika menggunakan sumber cahaya kontinyu (misal: deuterium atau lampu katodeberongga hidrogen), jumlah serapan atom yang diamati dapat diabaikan, tetapi jumlah yang sama dari absorpsi non-spesifik dapat diketahui. Kemudian, jika sinyal yang diamati dengan sumber cahaya kontinyu dikurangi dengan sinyal yang diamati dengan sumber cahaya tunggal, maka kesalahan dapat dihindari. Koreksi ”background” juga dapat meningkatkan ketelitian karena faktor-faktor yang dapat meningkatkan absorpsi non-spesifik menjadi tidak reprodusibel.
LEBAR PITA SPEKTRA ATOM
Berdasarkan hukum ketidakpastian Heisenberg, lebar pita alami spektra atom berkisar 10-4 – 10-5 nm. Akan tetapi, terdapat beberapa proses yang dapat menyebabkan pelebaran pita hingga 0.001 nm yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam efek Doppler. .
Efek Doppler
Jika tubuh memancarkan suatu bentuk gelombang menuju seorang pengamat, maka pengamat akan mendeteksi panjang gelompang seolah lebih pendek dari yang diemisikan tersebut. Jika tubuh bergerak menjauh dari pengamat, maka panjang gelombang seolah menjadi lebih panjang. Fenomena ini disebut efek Doppler dan dapat menyebabkan pelebaran pita karena adanya pergerakan termal (panas). Hal yangsama juga terjadi pada atom, dimana dalam suatu kumpulan atom, beberapa atom akan bergerak maju dan sebagian lagi menjauh dari detektor ketika emisi terjadi, sehingga daerah panjang gelombang yang diamati menjadi lebih besar. Efek ini akan semakin besar pada temperatur tinggi karena pergerakan atom akan semakin meningkat yang menyebabkan terjadinya pelebaran pita absorpsi.
Pelebaran tekanan (Pressure Broadening)
Jika suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi bertumbukan dengan atom lain, tumbukan tersebut akan mempengaruhi panjang gelombang foton yang diradiasikan karena terjadi perubahan tingkat energi dalam yang menyebabkan perbedaan keadaan transisi.
Tumbukan yang terjadi antara suatu atom yang mengabsorpsi atau memancarkan radiasi dengan atom gas lain disebut dengan pelebaran Lorentz (Lorentz Broadening). Jika atom-atom yang mengabsorpsi dan memancarkan radiasi juga terlibat tumbukan, maka disebut pelebaran Holzmark (Holzmark Broadening). Dalam semua hal, semakin tinggi temperatur, maka tumbukan akan semakin sering terjadi sehingga terjadi pelebaran pita yang disebut dengan pelebaran tekanan (Pressure Broadening).
Gangguan SAA
- Gangguan spektra
Gangguan-gangguan spekra dalam spektrum serapan atom dapat diabaikan karena kemungkinan terjadinya tumpang tindih spektra sangat kecil. Akan tetapi gangguan spektra yang disebabkan oleh absorpsi atau hamburan molekul tidak dapat diabaikan. Gangguan ini dapat diatasi dengan mengoreksi background sebagaimana telah didiskusikan sebelumnya.
- Gangguan fisika
Perbedaan-perbedaan yang signifikan antara sifar-sifat sampel dan larutan standar seperti viskosit (kekentalan), tegangan permukaan, berat jenis, dan sifat-sifat fisik lainnya dapat menyebabkan perbedaan didalam nebuliser. Hal ini karena hanya aerosol yang sangat kecil (finest mist) yang akan mencapai nyala dan proporsi sampel yang dapat dikonversi menjadi ”fine mist” tergantung pada sifat-sifat fisiknya. Perlu dicatat bahwa sifat fisik ini dapat juga tergantung pada pH.
Jika proporsi sampel yang mencapai nyala lebih besar daripada larutan standar (misal jika senyawa-senyawa organik terlarut berada pada tegangan permukaan yang lebih rendah) maka akan memberikan gangguan positif. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode adisi standar (yang akan dijelaskan kemudian).
Jika proporsi sampel yang mencapai nyala lebih besar daripada larutan standar (misal jika senyawa-senyawa organik terlarut berada pada tegangan permukaan yang lebih rendah) maka akan memberikan gangguan positif. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode adisi standar (yang akan dijelaskan kemudian).
- Gangguan kimia
Jika suatu bahan terdapat dalam sampel dan bereaksi dengan analit membentuk senyawa yang stabil (yang sulit didekomposisi oleh nyala) maka akan menyebabkan gangguan negatif. Contoh yang sederhana adalah pengaruh sulfat atau fosfat pada penentuan kalsium. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini:
- Menambahkan reagent yang dapat bereaksi lebih kuat terhadap ion pengganggu. Misalnya penambahan lantanum dapat mengatasi gangguan fosfat melalui pembentukan lantanum fosfat ( Lantanum harus juga ditambahkan pada larutan standar)
- Menambahkan reagent yang dapat bereaksi lebih kuat terhadap analit yang dapat mengasilkan produk yang dapat didekomposisi didalam nyala. Misalnya penambahan EDTA akan dapat mengatasi gangguan fosfat karena EDTA akan bereaksi dengan kalsium (EDTA harus juga ditambahkan pada larutan standar)
- Menambahkan ion pengganggu dalam jumlah berlebih baik pada sampel maupun larutan standar. Akan tetapi cara ini akan menurunkan sensitivitas.
- Menggunakan nyala yang lebih panas, misalnya N2O/C2H2.
- Diberikan suatu perlakuan terhadap sampel untuk memisahkan pengganggu. Standar juga harus diberikan perlakuan yang sama.
4. Gangguan ionisasi
Jika analit yang akan diukur terionisasi didalam nyala karena eksitasi termal, maka sensitivitas pengukuran terhadap analit menurun karena jumlah radiasi yang diserap sangatlah kecil. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan logam lain yang lebih mudah terionisasi dengan konsentrasi yang tinggi, misalnya K, Rb, atau Cs. Kalium lebih sering dipakai karena Rb dan Cs sangat mahal. Ketika logam yang lebih mudah terionisasi ditambahkan (misalnya K), maka :
K → K+ + e-
Keseimbangan atom dalam analit yang ditentukan:
M → M+ + e-
Keseimbangan reaksi pada analit akan bergeser ke kiri, karena ada penambahan elektron dari reaksi kesetimbangan Kalium, sehingga atom-atom M dalam keadaan dasar akan lebih banyak.
IV. PROSEDUR KERJA
SOP GBC AAS PLUS
A. Setting gas supply
1. Mengatur gas Acytelene pada range 8-14 psi
2. Mengatur Compress Air (Udara Tekan) pada range 45-60 psi
3. Mengatur gas N2O pada range 45-60 psi (dengan menghubungkan kabel di regulator ke sumber PLN)
4. Menyalakan blower (exhause)
B. Setting Instrumen
1. Menghidupkan computer
2. Nemilih icon GBC versi 1.33, klik dua kali. Tunggu hingga selesai.
3. Klik metode, lalu mengatur dengan ketentuang :
· Description (mengatur unsur yang akan diamati, memasukkan nama unsur atau mengklik tabel sistem perioda)
· Instrument (memasukkan arus lampu dan panjang gelombang maksimum, sesuai tabel didalam kotak lampu)
· Measurement (memilih integration, memasukkan waktu pembacaan dan jumlah replica yang akan digunakan)
· Calibrasi (memilih linier least square though zero)
· Standard (menambah atau mengurangi row sesuai jumlah standar yang digunakan)
· Quality (membiarkan seperti apa adanya)
· Flame (memilih tipe nyala api pembakaran, memilih Air-Acetylen)
4. Klik sampel
· Menambah atau mengurangi row untuk sampel yang digunakan.
5. Klik analisis (menghubungkan dengan file, membiarkan seperti apa adanya)
6. Klik result (menampilkan layar untuk pengamatan hasil)
C. Persiapan Sampel
Menyiapkan sampel, mengencerkan bila perlu.
D. Pengukuran Sampel
1. Menekan Air-Acetylen diikuti IGNITION (penyalaan)
2. Klik START pada aplikasi window, menunggu sampai terbaca instrument ready di bagian bawah layar.
3. Klik zero pada window, menunggu instrument ready muncul.
4. Computer akan meminta cal blank (mengaspirasi larutan pengencer (aquadest yang digunakan)), klik OK, Progam akan mengukur blanko.
5. Setelah blanko selesai, program akan meninta standar 1, mengaspirasikan larutan standar 1, klik OK. Melakukan pengulangan untuk seluruh larutan standar.
6. Setelah semua larutan standar, program akan meminta sampel, mengaspirasikan sampel secara berurutan.
V. DATA PERCOBAAN
Kondisi pengoperasian alat :
- Lampu yang digunakan : Lampu Cu
- Arus lampu yang digunakan : 4.0 mA
- Panjang gelombang : 324.7 nm
- Lebar slit : 0.5 nm
- Laju udara : 10.0 l/min
- Laju asetilen : 2.00 l/min
Tabel Data Pengamatan
Larutan
|
Konsentrasi (μg/ml)
|
Absorbansi
|
Blanko
|
0
|
-0.0011
|
Standar 1
|
2
|
0.0108
|
Standar 2
|
4
|
0.0211
|
Standar 3
|
6
|
0.0303
|
Standar 4
|
8
|
0.0413
|
Standar 5
|
10
|
0.0525
|
Larutan
|
Konsentrasi (μg/ml)
|
Absorbansi
|
Konsentrasi (Ms. Excel)
|
Persen Kesalahan
(% Error)
|
Air Got
|
0.205
|
0.0010
|
0.218
|
6
|
Air Sumur
|
0.302
|
0.0075
|
0.253
|
16
|
Air Sungai
|
0.228
|
0.0065
|
0.225
|
1.3
|
Air PAM
|
0.197
|
0.0021
|
0.211
|
7
|
Air Limbah
|
0.627
|
0.0083
|
0.373
|
4
|
VI. GRAFIK
VII. PERHITUNGAN
1. Pembuatan Larutan
a. 100 ppm Cu dari 1000 ppm Cu
Cons x Volume = Cons x Volume
(100 mg/L) x (100 mL) = (1000 mg/L) x Volume
Volume = 100 ml
b. 2 ppm Cu dari 100 ppm Cu
Cons x Volume = Cons x Volume
(2 mg/L) x (100 mL) = (100 mg/L) x Volume
Volume = 2 ml
c. 4 ppm Cu dari 100 ppm Cu
Cons x Volume = Cons x Volume
(4 mg/L) x (100 mL) = (100 mg/L) x Volume
Volume = 4 ml
d. 6 ppm Cu dari 100 ppm Cu
Cons x Volume = Cons x Volume
(6 mg/L) x (100 mL) = (100 mg/L) x Volume
Volume = 6 ml
e. 8 ppm Cu dari 100 ppm Cu
Cons x Volume = Cons x Volume
(8 mg/L) x (100 mL) = (100 mg/L) x Volume
Volume = 8 ml
f. 10 ppm Cu dari 100 ppm Cu
Cons x Volume = Cons x Volume
(10 mg/L) x (100 mL) = (100 mg/L) x Volume
Volume = 10 ml
2. Pembuatan Lautan
Y = mx + c
Y = 0.0143x - 0.002
R² = 0.7692
1. Sampel 1 (Air Got)
Y = mx + c
0.0011 = 0.0142x – 0.002
0.0031 = 0.0142x
x = 0.218
2. Sampel 2 (Air Sumur)
Y = mx + c
0.0016 = 0.0142x – 0.002
0.0036 = 0.0142x
x = 0.253
3. Sampel 3 (Air Sungai)
Y = mx + c
0.0012 = 0.0142x – 0.002
0.0032 = 0.0142x
x = 0.225
4. Sampel 4 (Air PAM)
Y = mx + c
0.0010 = 0.0142x – 0.002
0.0030 = 0.0142x
x = 0.211
5. Sampel 5 (Air Limbah)
Y = mx + c
0.0033 = 0.0142x – 0.002
0.0053 = 0.0142x
x = 0.373
% Kesalahan
Sampel 1 ( Air Got ) = x 100 % = 6
Sampel 2 ( Air Sumur) = x 100 % = 16
Sampel 3 ( Air Sungai) = x 100 % = 1.3
Sampel 4 ( Air PAM) = x 100 % = 7
Sampel 5 ( Air Limbah) = x 100 % = 4
VIII. ANALISIS PERCOBAAN
Dalam menganalisa dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom ini, khusus untuk unsur logam dan metaloid. Pada percobaan kali ini, unsur yang dianalisa adalah tembaga (Cu) dengan menggunakan lampu katoda Cu dengan lebar 0,5 nm, dan panjang gelombang 324,7 nm. Pada analisis tembaga menggunakan campuran gas udara tekan dan asetilen.
Membuat larutan tembaga dengan konsentrasi 2-10 ppm sebagai larutan standar, dengan cara mengencekan dari larutan 1000 ppm menjadi 100 ppm, kemudian baru mengencerkan lagi dengan konsentrasi 2-10 ppm, dengan rentang konsentrasi 2 ppm (2 ppm, 4 ppm, dst.)
Sebelum alat digunakan, telebih dahulu menghidupkan computer. Setelah hidup, kemudian membuka program Analisa AAS, yaitu GBC vesi 1.33. kemudian melakukan pengaturan atau setting program, seperti yang ada dalam langkah kerja, sesuai dengan unsur yang akan dianalisah dan peralatan yang digunakan. Kemudian membersihkan alat dengan kartu khusus (dari produsen alat). Kartu ini mempunyai dua fungsi, pertama untuk menempatkan tanda sasaran sinar diatas pemantik, sampai sinar tepat mengenai tengah bull’s eye atau tanda sasaran.
Untuk memulai analisah, pertama-tama menekan tombol “start” pada program, kemudian program akan meminta blanko dan semua larutan standar secara berurutan. Pipa kapiler dimasukkan ke dalam larutan, kemudian menekan “OK”.
Dari hasil analisah didapat kurva yang menurun pada bagian tengan, yaitu pada larutan standar ketiga. Larutan standar 1,2, 4 dan 5 mempunyai garis yang hampir lurus, tetapi pada larutan standar 3 tidak, titiknya berada dibawah garis regresi. Dari data percobaan juga terlihat pada standar 3, persen kesalahannya juga tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti pada saat pembuatan larutan yang ketelitiannya masih kurang begitu teliti, kemungkinan pada saat “cal standar 3”, pipa kapiler berada dilarutan bagian atas, sehingga lautan bawah tidak ikut terhisap. Kemungkinan pula pada kesalahan dalam memipet zat atau pada saat mengencerkan. Dan juga dapat disebabkan kemungkinan kurang baiknya dalam menghomogenkan zat.
Hasil analisah dengan sampel mempunyai persen kesalahan yang lumayan tinggi diatas 10% sampai 40%. Hal ini dapat disebabkan karenakurang ketelitiannya pada saat bekeja, dan karena kurva kalibrasi yang sedikit melenceng pada konsentrasi 6 ppm. Secara teoritis, kesalahan dapat disebabkan karena faktor matriks dan faktor kimia. Faktor matriks dapat berupa pengendapan unsur dan perbedaan sifat sampel yang dianalisa dan larutan standar. Faktor kimia berupa disosiasi tak sempurna dari senyawa-senyawa dan ionisasi atom-atom didalam nyala.
IX. KESIMPULAN
a. AAS adalah spektofotometri yang berprinsip pada penyerapan atom
b. AAS digunakan untuk menganalisis unsur-unsur logam
c. Konsentrasi larutan standar yang digunakan adalah 2 ppm sampai 10 ppm (dengan rentang 2 ppm)
d. Regresi dari Microsoft Excel sebesar
e. Pada analisa sampel persen kesalahan yang tejadi sebesar
No comments:
Post a Comment